Sabtu, 25 Mei 2013

Pendidikan Kebudayaan, Kearifan Lokal, dan Kebudayaan Nasional

Perkembangan teknologi informasi membuka gerbang kepada setiap orang untuk dapat mengenal produk budaya dari manapun. Tidak perlu pergi ke Amerika untuk hanya melihat patung Liberty atau Whitehouse. Tidak perlu ke Eropa hanya untuk melihat menara Eifel di Perancis atau Menara Pisa di Italia. Tidak perlu ke Cina hanya untuk melihat Great Wall atau ke Thailand hanya untuk melihat Angkorwat. Gambar-gambar itu dengan mudah didapat berkat teknologi informasi yang memperpendek dimensi ruang dan waktu.

Orang kemudian beramai-ramai memasarkan produk budayanya. Amerika Serikat membangun Hollywood sebagai sarana memasarkan produk budayanya. Demikian juga India dengan Bollywood. Jepang, Cina, dan Korea pun tidak ketinggalan dengan strategi pemasaran budaya yang relatif sama yaitu serial drama, musik, dan cinema. Semua itu mendukung pemasaran produk-produk mereka seperti alat elektronik, alat rumah tangga, makanan, dan otomotif. Infiltrasi budaya ini mempengaruhi selera masyarakat.

Produk budaya itu kemudian membanjiri media sebagai produk perkembangan teknologi informasi. Hampir tidak ada bagian dunia yang terpapar oleh media tidak mengenal apa itu film Hollywood, Bollywood, atau K-Pop. Masyarakat dunia seperti tersihir dan terdorong untuk meniru gaya artis atau tokoh yang bermain dalam produk budaya tersebut. Tidak heran banyak anak yang ingin mengidentikan dirinya dengan Naruto, Dora, Ipin-Upin, atau Khrisna. Infiltrasi budaya sepertinya adalah bentuk imperialisme modern.

Serbuan budaya asing ini perlahan-lahan menggerus kedekatan masyarakat Indonesia dengan budaya dan kearifan lokal. Anak kemudian lebih asik bermain dengan konsul seperti Playstation, X-Box, PSP, dan sebagainya. Atau gadget seperti komputer jinjing, ponsel, atau tablet. Produk ini menggeser posisi layangan, engrang, kelereng, atau gasing. Serbuan budaya ini juga membuat anak juga lebih mengenal dan menikmati hiphop, rock, beat box, shuffle dance, atau break dance. Di lain sisi, semakin langka anak yang mengenal dan menikmati lagu-lagu serta tarian daerah yang etnik dan khas di setiap daerah.

Hakekatnya bukan sebatas mengenal permainan, lagu, atau tarian daerah tapi meresapi kearifan lokal yang tumbuh selama bertahun-tahun di daerah tersebut. Contoh paling nyata adalah penduduk pulau Simeuleu yang seluruhnya selamat dari bencana tsunami yang memakan ratusan ribu korban jiwa dari Aceh, Thailand, sampai Srilangka. Ternyata penduduk Simeuleu memiliki kearifan lokal untuk pergi ke atas bukit ketika terjadi gempa. Jelas kearifan lokal ini muncul dari keinsyafan penduduk Simeuleu terhadap lingkungan tempat tinggal mereka. Penduduk Simeuleu paham dengan kondisi geografis Indonesia dengan "lingkaran api" dan patahan yang berpotensi gempa juga menyimpan potensi tsunami.

Dari sini saya ingin menyampaikan bahwa pendidikan kebudayaan adalah bekal untuk menyelamatkan bangsa ini. Budaya dan rasa keindahan yang dibangun bertahun-tahun lamanya membawa kearifan bangsa ini untuk bisa bersahabat dengan alam Indonesia yang punya potensi bencana. Dengan mengembangkan kearifan lokal bangsa ini menjadi kebudayaan nasional kita bisa membangun dan menyelamatkan anak-anak kita di masa depan. Bukan hanya menyelamatkan bangsa Indonesia dari bencana alam tapi juga menjadi antitesis permasalahan ekonomi dan sosial yang dihadapi bangsa Indonesia.

Adil Quarta Anggoro (Alumni Forum Indonesia Muda)
Divisi Kerjasama dan Pengembangan Wilayah
Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi

Menjadikan Anak Aktif, Kreatif, Produktif, dan Bergembira

Anak sehat sering kali sangat aktif. Jika anda pernah mengasuh anak-anak usia dibawah 10 tahun saya yakin ada pernah merasakannya. Ia bisa saja berlari, melompat, dan bermain sepanjang hari tanpa terlihat merasa lelah. Seringkali dalam mengasuh anak kita harus ikut berlari dan bermain bersama mereka. Kadang sampai kita heran, lelah, bosan, dan merasa kesal dengan aktifnya mereka beraktivitas tanpa mengenal lelah. Anak juga bisa asyik sendiri dan melakukannya berulang-ulang ketika memainkan benda sederhana. Itulah dunia anak-anak, dunia petualangan dan imajinasi. Itulah saat mereka bertualang dalam imajinasi mereka.

Imajinasi anak adalah modal yang penting bagi anak-anak. Berbekal imajinasi, anak berkreasi dalam pikiran mereka. Mereka menciptakan benda, tokoh, cerita, gambar, dan berbagai hal di benak mereka. Anak bisa saja berfikir hal yang tidak lazim terjadi lalu membuat karya yang luar biasa, namun tentu itu hanya ada di benak mereka. Imajinasi tersebut adalah modal dasar membuat anak manjadi aktif juga kreatif, produktif, dan tetap bergembira.

Imajinasi ini bisa kita gunakan sebagai landasan untuk menyalurkan kecenderungan anak yang aktif menjadi sebuah karya. Kita bisa ajak mereka bermain menceritakan imajinasi mereka atau menggambar benda-benda yang ada di imajinasi mereka. Ajak mereka merekam saat mereka bermain imajinasi melalui tulisan, gambar atau foto, rekaman video, ataupun rekaman audio. Kenali kecenderungan mereka untuk membuat kreasi dari imajinasi mereka. Biarkan mereka menyaksikan atau mendengar karya mereka lalu motivasi lagi anak untuk membuat lagi.

Pandulah anak mengenal cara untuk membuat karya yang lebih baik. Apresiasi setiap karya mereka lalu beri kritik yang lembut pada bagian-bagian yang perlu diperbaiki. Sesekali kita bisa berikan contoh karya yang baik. Hal ini bisa kita lakukan agar anak mendapatkan referensi hasil karya yang baik. Perlahan-lahan anak akan berkembang menghasilkan karya yang semakin baik. Ulangi sampai anak terbiasa dengan kegiatan ini.

Untuk anak yang semakin dewasa, berikan motivasi dan fasilitas untuk menambah pengetahuan dan pengalaman mereka. Karya anak sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman mereka. Semakin banyak pengetahuan dan pengalaman yang mereka dapatkan, mereka akan semakin baik dalam mengekspresikannya karya yang mereka buat. Tentunya jika kegiatan ini terpola dengan baik anak akan terbiasa lalu memproduksi karyanya dengan gembira.

Karya anak bisa juga menjadi sarana mereka dalam berekspresi. Biarkan anak mengidentifikasi perasaanya lalu salurkan emosi itu dalam karya mereka. Pandulah anak dalam menuangkan ekspresi ke dalam karya mereka. Dengan begitu anak akan membiasakan diri untuk menyampaikan pendapatnya dalam bentuk karya kepada anda. Tentu saja respon kita dalam menyikapi ekspresi mereka menjadi penting.

Namun ada hal yang perlu diperhatikan. Pertama, anak cenderung meniru apa yang telah ia lihat atau ia dengar. Anak meniru segala tindakan yang mereka saksikan dan alami. Maka jadilah teladan yang baik. Pengaruh televisi, video dan media lainnya juga menjadi referensi anak untuk beraktivitas. Anak dengan cepat mampu meniru gestur, perkataan, sikap, selera, cara berpakaian, dan tingkah laku objek yang ia lihat. Pastikan juga mereka terhindar dari materi-materi berbahaya seperti kekerasan dan pornografi baik dalam bentuk visual, audio, teks, atau perpaduannya. Libatkan lingkungan sekitar untuk turut berpartisipasi menciptakan lingkungan yang positif bagi anak.

Kedua, jauhkan benda-benda yang berbahaya. Benda tajam, benda keras, undakan yang tinggi, jalan raya, benda beracun bisa melukai dan berbahaya bagi anak. Benda-benda kecil berbahaya yang dapat ditelan anak sebaiknya diawasi dan jangan sampai tertelan oleh anak. Pada lingkungan yang aman bagi anak, kita bisa lebih leluasa melakukan eksplorasi imajinasi anak ke dalam bentuk karya.

Ketiga, beri koreksi dan pemahaman dengan lembut pada tindakan anak yang berbahaya. Anak bisa saja melempar alat gambar dengan keras. Anak juga bisa berkelahi, memukul saat bermain bersama ketika berimajinasi. Cegah dan berilah koreksi untuk tidak lagi mengulangi hal-hal yang berbahaya tersebut.

Setelah menghindari anak dari hal kita bisa lebih tenang untuk mengajak anak berkarya. Mari kita bantu anak kita menjadi generasi yang aktif, kreatif, produktif, dan bergembira.

Adil Quarta Anggoro (Alumni Forum Indonesia Muda)
Divisi Kerjasama dan Pengembangan Wilayah
Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi

Jumat, 17 Mei 2013

Media dan Anak

Seiring semakin dirasa pentingnya akses informasi, perkembangan teknologi informasi berkembang sangat pesat. Informasi semakin cepat mudah untuk diakses. Berbagai moda komunikasi berkembang untuk berusaha meniadakan batas ruang dan waktu. Keterbatasan komunikasi satu arah pun berkembang menjadi komunikasi dua arah dan semakin interaktif.

Perkembangan teknologi informasi dan perkembangan teknologi transportasi sangat membantu pekerjaan manusia menjadi lebih mudah. Konsekuensinya dinamika kehidupan manusia pun semakin cepat dan dinamis. Pekerjaan yang dulu harus memakan waktu 1 bulan kini mungkin bisa dilakukan dalam 1 pekan, 1 hari, atau malah hanya beberapa menit. Jadwal pekerjaan pun menjadi semakin ketat karena setiap orang semakin mudah mengirim pesan, mendistribusikan dan melaporkan pekerjaan, serta semakin mudah untuk menjawab permintaan. Manusia menjadi semakin sibuk karena ritme pekerjaan yang semakin cepat. Tuntutan kecepatan dan kinerja pun semakin tinggi.

Perkembangan teknologi informasi bukan tanpa resiko. Informasi yang datang begitu cepat dan mudah memang membuat jarak menjadi tidak berarti, namun efek sampingnya justru mengurangi waktu orang untuk berinteraksi secara fisik. Waktu luang untuk orang tua berinteraksi dengan anak pun semakin sedikit. Orang menjadi lebih asik berinteraksi dengan gadgetnya dibanding berkomunikasi dengan orang disebelahnya. Empati dalam komunikasi, ekpresi wajah, dan rasa dalam bentuk komunikasi via gadget pun lebih berkembang dibanding kemampuan komunikasi langsung person to person. Dunia teknologi komunikasi seperti dunia maya yang berbeda dari dunia nyata. Orang yang kuper dalam kehidupan nyata bisa saja berubah begitu komunikatif ketika berkomunikasi di dunia maya.

Anak muda sebagai generasi yang dibesarkan bersama perkembangan teknologi informasi kemudian menjadi lebih intuitif menggunakan media komunikasi. Di sisi lain banyak orang tua yang tidak bisa mengikuti ritme perkemangan teknologi informasi. Kemudian terjadilah gap generation antara anak yang begitu progresif menggunakan media dan gadetnya dengan orang tua konvensional dan terjebak pada paradigma "takut rusak" setiap kali menggunakan gadget.

Tentu saja untuk mengurangi gap generation ini orang tua harus mau belajar menggunakan teknologi informasi. Ada beberapa tips untuk mengurangi gap generation ini.

1. Biasakan mengonsumsi teknologi informasi dengan kritis. Jangan membiasakan mengakses konten media komunikasi dengan pikiran kosong. Biasakan untuk mendiskusikan konten media dalam keluarga. Selain mempererat hubungan keluarga, kebiasaan ini dapat mengurangi dampak buruk media. Contohnya ketika orang tua menemani anaknya menonton film kartun. Beritahu anak adegan film kartun mana yang baik dan mana yang buruk. Pastikan juga anda membekali anak bahwa film yang mereka saksikan adalah rekayasa, bukan adegan nyata. Beri pengertian juga apa yang terjadi bila adegan tersebut dilakukan di dunia nyata.

2. Tempatkan televisi, komputer, dan berbagai media lain di ruang publik. Dengan meletakan alat tersebut di tepat seperti ruang keluarga, anda dapat melihat aktivitas akses anak anda. Hal ini dapat mengurangi resiko anak untuk mengakses konten berbahaya. Anda dapat melarang atau mencegah anak untuk mengakses konten berbahaya dengan cepat.

3. Utamakan menggunakan media untuk kegiatan produktif. Anda dapat menggunakan smartphone anda untuk memproduksi film sederhana dengan skenario sederhana dalam membuat konten pendidikan. Atau anda dapat memilih program televisi pendidikan sebagai pendukung proses belajar. Bisa juga anda dampingi anak anda menggunakan internet untuk memperoleh informasi tentang ilmu pengetahuan atau mempublikasi karya yang telah dibuat oleh anak. Dengan demikian anda dapat mengoptimalkan manfaat media yang anda gunakan. Jangan hanya memposisikan media yang anda konsumsi sebagai hiburan.

Dari tips yang ada tadi ada hal yang perlu diperhatikan. Pertama, jangan terlalu dini membiarkan anak untuk mengonsumsi media, sesuaikan dengan usia perkembangannya. Anak usia dini di bawah 3 tahun, sebaiknya tidak diberikan konsumsi media berupa gambar bergerak. Jika anak dibiasakan melihat gambar bergerak, anak akan cepat bosan untuk melihat objek yang tidak bergerak hingga kemampuan konsentrasi dan fokus terhadap suatu hal akan berkurang.

Kedua, jangan terlalu cepat bangga ketika anak mampu mengoperasikan gadget sementara anda tidak mampu menggunakannya. Anda harus khawatir dengan kemampuan anak anda karena anda tidak bisa mengawasi aktivitas anak. Anda juga tidak mampu mencegah anak untuk tidak mengakses konten berbahaya.

Mari selamatkan anak Indonesia mulai dari keluarga.

Adil Quarta Anggoro (Alumni Forum Indonesia Muda)
Divisi Kerjasama dan Pengembangan Wilayah
Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi