Minggu, 08 Desember 2013

Pernyataan Sikap Aliansi Selamatkan Anak Muda Indonesia


Menyikapi maraknya perkembangan isu pro-kontra Pekan Kondom Nasional yang diselenggarakan di Indonesia dalam rangka peringatan hari HIV/AIDS sedunia, Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Muda Indonesia mewujudkan kepedulian dengan mencermati kembali kondisi pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual di Indonesia berdasarkan fakta yang terjadi. Sebelumnya tim ASA Muda Indonesia melakukan penelusuran data dan  informasi terkait isu ini dengan mengonfirmasi langsung ke pihak Kementerian Kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional, dan DKT Indonesia sebagai pihak penyelenggara demi menjaga obyektivitas dan validitas data dan informasi serta memahami konstruksi berpikir seluruh pihak secara menyeluruh. Beberapa hal yang dikonfirmasi antara lain mengenai kesepakatan ketiga pihak dalam penyelenggaraan acara ini, peran pemerintah dalam penyelenggaraan acara ini terutama terkait pendanaan dari APBN, serta strategi yang dijalankan pemerintah dalam pencegahan dan penaggulangan HIV/AIDS di Indonesia.
Pihak DKT Indonesia sebagai penyelenggara memberikan keterangan bahwa mereka menyelenggarakan acara ini dalam rangka mendukung misi KPA Nasional untuk mencegah dan menanggulangi HIV/AIDS di Indonesia. Sebagai produsen kondom, DKT Indonesia melakukannya dengan pendekatan kondom sebagai salah satu cara pencegahan penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual. Namun DKT Indonesia meluruskan bahwa tidak ada kondom gratis yang mereka bagi-bagikan kepada masyarakat umum, serta tidak adanya bus Pekan Kondom Nasional yang mengitari kampus terutama Universitas Gajah Mada sebagaimana yang beredar luas di masyarakat.
Pihak KPA Nasional sebagai badan pemerintahan yang bertanggung jawab dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia memberikan penjelasan bahwa acara ini diselenggarakan oleh DKT Indonesia dalam rangka mendukung misi pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia yang dilakukan oleh KPA Nasional. Pihak DKT Indonesia merancang penuh rangkaian acaranya dengan sepengetahuan KPA Nasional. Rangkaian acaranya sendiri, seperti yang dilansir dalam siaran pers Pekan Kondom Nasional oleh KPA Nasional dan DKT, diisi dengan berbagai kegiatan seperti konser goyang sutra di Lapangan Kopassus Cijantung, kampanye edukasi di 12 kota besar seluruh Indonesia khususnya di daerah berisiko tinggi, kampanye bis kondom di tempat nongkrong dan kampus Jakarta dengan membagikan materi dan kuis sex IQ yang interaktif, kompetisi penulisan berhadiah ke Brazil untuk jurnalis dan blogger, dan lomba foto dengan tema “Protect Yourself, Protect Your Partner” berhadiah ke Brazil melalui media sosial.
KPA Nasional memberikan dukungannya terhadap DKT Indonesia sebagaimana mereka juga memberikan dukungannya terhadap siapapun yang ikut ambil bagian dalam misi ini dengan pendekatannya masing-masing. Dukungan diberikan tidak dalam bentuk anggaran maupun rancangan  kegiatan. Pemilihan judul acara yang menjadi keberatan bagi masyarakat sendiri tidak dipermasalahkan karena salah satu tujuannya adalah untuk mereduksi sensitivitas masyarakat terhadap kondom sebagai alat kesehatan. Sementara pemilihan ikon tidak dipermasalahkan karena pihak KPA Nasional menghindari sikap diskriminatif terhadap siapapun. Konser goyang sutra tidak mereka permasalahkan karena pendekatan tersebut dinilai tepat untuk sasaran tempat dilaksanakannya, yakni TNI. Menurut KPA Nasional, acara konser ini memang bukan untuk konsumsi publik karena dibuat tertutup bagi masyarakat umum. Mereka juga menambahkan bahwa berdasarkan penelusuran mereka terhadap acara ini di Yogyakarta, pihak DKT Indonesia yang juga melibatkan relawan peduli AIDS Universitas Gajah Mada hanya memberikan edukasi pencegahan HIV/AIDS melalui kampanye ABCD, kesehatan reproduksi, dan pembagian stiker. Sementara untuk anggaran APBN sebesar 25 milyar untuk satu tahun digunakan KPA Nasional dalam delapan tupoksi:
1.      Pengembangan kebijakan
2.      Perencanaan strategis
3.      Dukungan kegiatan dan layanan termasuk rehabilitasi dan edukasi
4.      Kerjasama regional dan internasional
5.      Pengendalian monitoring dan evaluasi
6.      Pengelolaan data dan informasi
7.      Penyebarluasan informasi
8.      Penguatan KPA daerah
dengan anggaran terbesar untuk tupoksi penyebarluasan informasi, pengendalian monitoring dan evaluasi, dan dukungan kegiatan dan layanan. Mereka keyakinkan bahwa strategi pencegahan melalui kampanye penggunaan kondom hanya dilakukan  kepada kelompok berisiko, bukan masyarakat luas, dan strategi tersebut hanyalah salah satu strategi yang dilakukan KPA Nasional di samping strategi lain seperti edukasi, pemeriksaan HIV/AIDS, dan rehabilitasi.
Kementerian Kesehatan melalui pusat komunikasi publiknya memberikan keterangan bahwa mereka tidak terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan acara ini. Acara yang sudah berlangsung sejak tahun 2007 ini memang biasanya mengundang Menteri Kesehatan saat pembukaan, namun pada tahun ini Menteri Kesehatan berhalangan hadir dikarenakan sedang fokus pada hal lain, termasuk Jaminan Kesehatan Nasional yang sedang hangat diperbincangkan.
Sementara itu, kritik dan opini masyarakat menitikberatkan pada tidak adanya keseriusan pemerintah dalam mengupayakan pendidikan karakter, budaya, serta moral yang bisa menjadi kunci pencegahan HIV/AIDS yang lebih tepat melalui sektor hulu. Tingginya angka HIV/AIDS dari transmisi seksual tidak aman atau berganti-ganti pasangan seksual tanpa kondom, yakni sebesar 80% dari keseluruhan kasus, sebenarnya bukan hanya menggambarkan betapa rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengamankan dirinya dari bahaya virus HIV/AIDS dengan kondom (strategi ABCD poin C), melainkan juga dengan setia pada pasangan (strategi ABCD poin B). Kegagalan kampanye strategi ABCD poin B menggambarkan rendahnya pendirian karakter, budaya, dan moral bahkan agama pada masyarakat yang berganti-ganti pasangan.
Masyarakat mensinyalir adanya lepas tangan pemerintah terhadap tanggung jawab ini mengingat belum adanya komitmen pemerintah dalam mengedepankan pendidikan karakter dalam kurikulum serta menjalankan upaya proteksi pada masyarakat, khususnya pada anak dan remaja berkembang, terhadap pornografi dan pornoaksi yang semakin berkembang luas seiring adanya kebebasan berekspresi dan pesatnya teknologi. Selama ini pemerintah juga tampak tidak menggunakan wewenangnya dengan optimal dalam menetapkan aturan arus informasi media serta menyaring konten pornografi dan pornoaksi dalam media cetak, film, atau acara televisi. Penyerahan tanggung jawab upaya hulu – berupa himbauan kepada masyarakat umum, terutama remaja dan usia muda untuk tidak berperilaku berisiko – kepada tokoh agama, pendidik, dan keluarga yang dilakukan oleh pemerintah seperti yang dilansir dalam siaran pers KPA Nasional pada tanggal 2 Desember 2013 memperkuat pendapat tidak adanya strategi hulu yang komprehensif yang digarap oleh pemerintah.
Berdasarkan hasil konfirmasi serta pencermatan tersebut, ASA Muda Indonesia menyimpulkan adanya kegagalan pemerintah dalam pengendalian edukasi peduli HIV/AIDS pada tahun ini serta kebelumefektifan strategi pencegahan HIV/AIDS yang dilakukan selama ini. Hal ini terlihat dari adanya asimetris informasi yang beredar di masyarakat luas terkait program pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Fakta bahwa kampanye pencegahan HIV/AIDS melalui kondom memicu efek negatif yang besar bagi masyarakat menggambarkan bahwa kampanye pencegahan HIV/AIDS melalui pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual sadar dan bertanggung jawab masih belum berjalan dengan efektif. Pendidikan karakter, budaya, dan moral serta pemahaman agama juga tampak jelas sekali harus segera digarap dengan lebih serius dan komprehensif. Hal ini membutuhkan komitmen penuh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk kembali mengedepankannya bersama orang tua dan guru sebagai pendidik anak secara langsung, serta masyarakat sebagai pembentuk budaya dan penjaga nilai moral dan norma.
Fenomena yang terjadi pada momentum Pekan Kondom Nasional ini menggambarkan tidak sinergisnya pola pikir dan asumsi pemerintah dengan masyarakat. Pemahaman kondom sebagai alat kesehatan yang dapat mencegah penularan Penyakit Menular Seksual (PMS) memang belum terinternalisasi sepenuhnya di masyarakat. Namun pemerintah juga harus menyadari bahwa penganjuran menggunakan kondom untuk memproteksi diri dari penularan PMS juga berpotensi besar meningkatkan angka berhubungan seks bebas dan berisiko. Kampanye kondom tanpa diimbangi dengan internalisasi nilai moral seks bebas justru akan menggeser cara berpikir masyarakat terhadap seks bebas dan berisiko. Masyarakat umum akan melihat kondom sebagai alasan untuk bebas berhubungan seksual aman tanpa perlu was-was tertular PMS. Fokus kesadaran masyarakat pun bergeser dari “menjaga diri agar tidak berhubungan seks bebas dan berisiko” menjadi “menjaga diri agar tidak tertular PMS saat berhubungan seks (apapun)”. Tentu tugas internalisasi nilai moral ini bukan tergantung pada pemerintah semata, namun pemerintah seyogyanya memastikan internalisasi nilai ini tidak tertinggal dengan mengoptimalkan wewenang dan tugasnya sehingga tidak terjadi pergeseran budaya dan nilai.
Oleh sebab itu, ASA Muda Indonesia mendorong pemerintah untuk melakukan kampanye pendidikan kesehatan reproduksi dan pencegahan HIV/AIDS yang lebih komprehensif, kreatif, dan efektif, mendorong ketegasan pemerintah dalam mengatur regulasi sensor pornografi dan pornoaksi media massa, serta mendorong komitmen pemerintah dalam membuat dan menjalankan kurikulum pendidikan karakter dan moral serta pendidikan kesehatan reproduksi. ASA Muda Indonesia juga mengajak masyarakat untuk secara aktif dan mandiri mengedukasi keluarga dan lingkungannya mengenai pendidikan kesehatan reproduksi dan pendidikan seksual sadar dan bertanggung jawab. Untuk menyeimbangkan derasnya arus pornografi dan pornoaksi yang hadir begitu dekat dengan masyarakat seiring dengan kemudahan akses informasi dan adanya kebebasan, ASA Muda Indonesia juga mendorong revitalisasi pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual serta pendidikan karakter dan moral yang masif, inovatif, komprehensif, dan memasyarakat agar kelak menjadi perhatian dan kepedulian masyarakat bersama.
Dengan memahami pola berpikir pemerintah dalam pencegahan HIV/AIDS melalui hilir ini, diharapkan pihak pemerintah juga memahami kekhawatiran masyarakat dengan menyadari konsekuensi logis akibat ketidakberimbangan pencegahan dari hulu dengan hilir sehingga tidak salah fokus dalam bergerak. Saling memahami ini akan mengoptimalkan dan mengefektifkan upaya pencegahan PMS sekaligus menjaga nilai dan budaya bangsa melalui kolaborasi semua pihak.