Menyikapi
maraknya perkembangan isu pro-kontra Pekan Kondom Nasional yang diselenggarakan
di Indonesia dalam rangka peringatan hari HIV/AIDS sedunia, Aliansi Selamatkan
Anak (ASA) Muda Indonesia mewujudkan kepedulian dengan mencermati kembali
kondisi pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual di Indonesia berdasarkan
fakta yang terjadi. Sebelumnya tim ASA Muda Indonesia melakukan penelusuran
data dan informasi terkait isu ini dengan
mengonfirmasi langsung ke pihak Kementerian Kesehatan, Komisi Penanggulangan
AIDS (KPA) Nasional, dan DKT Indonesia sebagai pihak penyelenggara demi menjaga
obyektivitas dan validitas data dan informasi serta memahami konstruksi
berpikir seluruh pihak secara menyeluruh. Beberapa hal yang dikonfirmasi antara
lain mengenai kesepakatan ketiga pihak dalam penyelenggaraan acara ini, peran
pemerintah dalam penyelenggaraan acara ini terutama terkait pendanaan dari
APBN, serta strategi yang dijalankan pemerintah dalam pencegahan dan
penaggulangan HIV/AIDS di Indonesia.
Pihak
DKT Indonesia sebagai penyelenggara memberikan keterangan bahwa mereka
menyelenggarakan acara ini dalam rangka mendukung misi KPA Nasional untuk
mencegah dan menanggulangi HIV/AIDS di Indonesia. Sebagai produsen kondom, DKT
Indonesia melakukannya dengan pendekatan kondom sebagai salah satu cara
pencegahan penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual. Namun DKT Indonesia
meluruskan bahwa tidak ada kondom gratis yang mereka bagi-bagikan kepada
masyarakat umum, serta tidak adanya bus Pekan Kondom Nasional yang mengitari
kampus terutama Universitas Gajah Mada sebagaimana yang beredar luas di
masyarakat.
Pihak
KPA Nasional sebagai badan pemerintahan yang bertanggung jawab dalam pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia memberikan penjelasan bahwa acara ini
diselenggarakan oleh DKT Indonesia dalam rangka mendukung misi pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia yang dilakukan oleh KPA Nasional. Pihak
DKT Indonesia merancang penuh rangkaian acaranya dengan sepengetahuan KPA
Nasional. Rangkaian acaranya sendiri, seperti yang dilansir dalam siaran pers
Pekan Kondom Nasional oleh KPA Nasional dan DKT, diisi dengan berbagai kegiatan
seperti konser goyang sutra di Lapangan Kopassus Cijantung, kampanye edukasi di
12 kota besar seluruh Indonesia khususnya di daerah berisiko tinggi, kampanye
bis kondom di tempat nongkrong dan kampus Jakarta dengan membagikan materi dan
kuis sex IQ yang interaktif, kompetisi penulisan berhadiah ke Brazil untuk
jurnalis dan blogger, dan lomba foto dengan tema “Protect Yourself, Protect Your Partner” berhadiah ke Brazil melalui
media sosial.
KPA
Nasional memberikan dukungannya terhadap DKT Indonesia sebagaimana mereka juga
memberikan dukungannya terhadap siapapun yang ikut ambil bagian dalam misi ini
dengan pendekatannya masing-masing. Dukungan diberikan tidak dalam bentuk
anggaran maupun rancangan kegiatan.
Pemilihan judul acara yang menjadi keberatan bagi masyarakat sendiri tidak
dipermasalahkan karena salah satu tujuannya adalah untuk mereduksi sensitivitas
masyarakat terhadap kondom sebagai alat kesehatan. Sementara pemilihan ikon
tidak dipermasalahkan karena pihak KPA Nasional menghindari sikap diskriminatif
terhadap siapapun. Konser goyang sutra tidak mereka permasalahkan karena
pendekatan tersebut dinilai tepat untuk sasaran tempat dilaksanakannya, yakni
TNI. Menurut KPA Nasional, acara konser ini memang bukan untuk konsumsi publik
karena dibuat tertutup bagi masyarakat umum. Mereka juga menambahkan bahwa
berdasarkan penelusuran mereka terhadap acara ini di Yogyakarta, pihak DKT
Indonesia yang juga melibatkan relawan peduli AIDS Universitas Gajah Mada hanya
memberikan edukasi pencegahan HIV/AIDS melalui kampanye ABCD, kesehatan
reproduksi, dan pembagian stiker. Sementara untuk anggaran APBN sebesar 25
milyar untuk satu tahun digunakan KPA Nasional dalam delapan tupoksi:
1. Pengembangan
kebijakan
2. Perencanaan
strategis
3. Dukungan
kegiatan dan layanan termasuk rehabilitasi dan edukasi
4. Kerjasama
regional dan internasional
5. Pengendalian
monitoring dan evaluasi
6. Pengelolaan
data dan informasi
7. Penyebarluasan
informasi
8. Penguatan
KPA daerah
dengan
anggaran terbesar untuk tupoksi penyebarluasan informasi, pengendalian
monitoring dan evaluasi, dan dukungan kegiatan dan layanan. Mereka keyakinkan
bahwa strategi pencegahan melalui kampanye penggunaan kondom hanya
dilakukan kepada kelompok berisiko,
bukan masyarakat luas, dan strategi tersebut hanyalah salah satu strategi yang
dilakukan KPA Nasional di samping strategi lain seperti edukasi, pemeriksaan
HIV/AIDS, dan rehabilitasi.
Kementerian
Kesehatan melalui pusat komunikasi publiknya memberikan keterangan bahwa mereka
tidak terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan acara ini. Acara yang
sudah berlangsung sejak tahun 2007 ini memang biasanya mengundang Menteri
Kesehatan saat pembukaan, namun pada tahun ini Menteri Kesehatan berhalangan
hadir dikarenakan sedang fokus pada hal lain, termasuk Jaminan Kesehatan
Nasional yang sedang hangat diperbincangkan.
Sementara
itu, kritik dan opini masyarakat menitikberatkan pada tidak adanya keseriusan pemerintah
dalam mengupayakan pendidikan karakter, budaya, serta moral yang bisa menjadi
kunci pencegahan HIV/AIDS yang lebih tepat melalui sektor hulu. Tingginya angka
HIV/AIDS dari transmisi seksual
tidak aman atau berganti-ganti pasangan seksual tanpa kondom, yakni
sebesar 80% dari keseluruhan kasus, sebenarnya bukan hanya
menggambarkan betapa rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengamankan
dirinya dari bahaya virus HIV/AIDS dengan kondom (strategi ABCD poin C), melainkan
juga dengan setia pada pasangan (strategi
ABCD poin B). Kegagalan kampanye strategi ABCD poin B menggambarkan rendahnya
pendirian karakter, budaya, dan moral bahkan agama pada masyarakat yang
berganti-ganti pasangan.
Masyarakat
mensinyalir adanya lepas tangan pemerintah terhadap tanggung jawab ini
mengingat belum adanya komitmen pemerintah dalam mengedepankan pendidikan
karakter dalam kurikulum serta menjalankan upaya proteksi pada masyarakat,
khususnya pada anak dan remaja berkembang, terhadap pornografi dan pornoaksi
yang semakin berkembang luas seiring adanya kebebasan berekspresi dan pesatnya
teknologi. Selama ini pemerintah juga tampak tidak menggunakan wewenangnya
dengan optimal dalam menetapkan aturan arus informasi media serta menyaring konten
pornografi dan pornoaksi dalam media cetak, film, atau acara televisi. Penyerahan
tanggung jawab upaya hulu – berupa himbauan kepada masyarakat umum, terutama
remaja dan usia muda untuk tidak berperilaku berisiko – kepada
tokoh agama, pendidik, dan keluarga yang dilakukan oleh pemerintah seperti yang
dilansir dalam siaran pers KPA Nasional pada tanggal 2 Desember 2013 memperkuat
pendapat tidak adanya strategi hulu yang komprehensif yang digarap oleh
pemerintah.
Berdasarkan
hasil konfirmasi serta pencermatan tersebut, ASA Muda Indonesia menyimpulkan
adanya kegagalan pemerintah dalam pengendalian edukasi peduli HIV/AIDS pada
tahun ini serta kebelumefektifan strategi pencegahan HIV/AIDS yang dilakukan
selama ini. Hal ini terlihat dari adanya asimetris informasi yang beredar di
masyarakat luas terkait program pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS. Fakta bahwa kampanye pencegahan HIV/AIDS melalui kondom memicu efek
negatif yang besar bagi masyarakat menggambarkan bahwa kampanye pencegahan HIV/AIDS
melalui pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual sadar dan bertanggung jawab
masih belum berjalan dengan efektif. Pendidikan karakter, budaya, dan moral
serta pemahaman agama juga tampak jelas sekali harus segera digarap dengan
lebih serius dan komprehensif. Hal ini membutuhkan komitmen penuh pemerintah sebagai
pembuat kebijakan untuk kembali mengedepankannya bersama orang tua dan guru
sebagai pendidik anak secara langsung, serta masyarakat sebagai pembentuk
budaya dan penjaga nilai moral dan norma.
Fenomena
yang terjadi pada momentum Pekan Kondom Nasional ini menggambarkan tidak
sinergisnya pola pikir dan asumsi pemerintah dengan masyarakat. Pemahaman
kondom sebagai alat kesehatan yang dapat mencegah penularan Penyakit Menular
Seksual (PMS) memang belum terinternalisasi sepenuhnya di masyarakat. Namun pemerintah
juga harus menyadari bahwa penganjuran menggunakan kondom untuk memproteksi
diri dari penularan PMS juga berpotensi besar meningkatkan angka berhubungan
seks bebas dan berisiko. Kampanye kondom tanpa diimbangi dengan internalisasi
nilai moral seks bebas justru akan menggeser cara berpikir masyarakat terhadap
seks bebas dan berisiko. Masyarakat umum akan melihat kondom sebagai alasan
untuk bebas berhubungan seksual aman tanpa perlu was-was tertular PMS. Fokus
kesadaran masyarakat pun bergeser dari “menjaga diri agar tidak berhubungan
seks bebas dan berisiko” menjadi “menjaga diri agar tidak tertular PMS saat
berhubungan seks (apapun)”. Tentu tugas internalisasi nilai moral ini bukan
tergantung pada pemerintah semata, namun pemerintah seyogyanya memastikan
internalisasi nilai ini tidak tertinggal dengan mengoptimalkan wewenang dan
tugasnya sehingga tidak terjadi pergeseran budaya dan nilai.
Oleh
sebab itu, ASA Muda Indonesia mendorong pemerintah untuk melakukan kampanye
pendidikan kesehatan reproduksi dan pencegahan HIV/AIDS yang lebih
komprehensif, kreatif, dan efektif, mendorong ketegasan pemerintah dalam mengatur
regulasi sensor pornografi dan pornoaksi media massa, serta mendorong komitmen
pemerintah dalam membuat dan menjalankan kurikulum pendidikan karakter dan
moral serta pendidikan kesehatan reproduksi. ASA Muda Indonesia juga mengajak
masyarakat untuk secara aktif dan mandiri mengedukasi keluarga dan
lingkungannya mengenai pendidikan kesehatan reproduksi dan pendidikan seksual
sadar dan bertanggung jawab. Untuk menyeimbangkan derasnya arus pornografi dan
pornoaksi yang hadir begitu dekat dengan masyarakat seiring dengan kemudahan
akses informasi dan adanya kebebasan, ASA Muda Indonesia juga mendorong revitalisasi
pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual serta pendidikan karakter dan moral
yang masif, inovatif, komprehensif, dan memasyarakat agar kelak menjadi
perhatian dan kepedulian masyarakat bersama.
Dengan
memahami pola berpikir pemerintah dalam pencegahan HIV/AIDS melalui hilir ini,
diharapkan pihak pemerintah juga memahami kekhawatiran masyarakat dengan
menyadari konsekuensi logis akibat ketidakberimbangan pencegahan dari hulu
dengan hilir sehingga tidak salah fokus dalam bergerak. Saling memahami ini
akan mengoptimalkan dan mengefektifkan upaya pencegahan PMS sekaligus menjaga
nilai dan budaya bangsa melalui kolaborasi semua pihak.